FUNGSI HUKUM ISLAM DALAM MASYARAKAT
Studi tentang
kenyataan berlakunya hukum Islam yang paling representative bagi pembuktian
pandangan miring para orientalis adalah studi sejarah Hukum Islam pada masa
nabi dan Khulafa ar-Rasyidin. Pembuktian dapat dilakukan dengan membahas
kenyataan Hukum Islam dalam kaitannya dengan budaya dan nilai-nilai dalam
masyarakat, dan yang tak kalah penting lagi dalam kaitannya dengan kekuasaan
politik.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka
(library research), dan bersifat deskriptif-analitik. Metode yang digunakan
sebagai pendekatan dalam penelitian ini adalah metode histories. Data dalam
penelitian ini dikumpulkan dengan teknik dokumentasi, dan dianalisa dengan cara
deduktif.
Persamaan Fungsi Hukum Islam bagi masyarakat pada
dua masa ini adalah sama-sama untuk menciptakan suatu masyarakat yang seluruh
dimensi sosialnya berlandaskan pada wahyu Allah. Perbedaannya adalah pada masa
Nabi, digunakan untuk membentuk masyarakat Islam, sedang pada masa Khulafa
ar-Rasyidin digunakan untuk mengembangkan masyarakat yang telah dibentuk Nabi.
Sementara sebagai alat control soaial, Hukum Islam diberlakukan Nabi seorang
diri dengan berpegang pada wahyu yang telah diterima, sedang pada masa Khulafa
ar-Rasyidin, Hukum Islam diberlakukan oleh para sahabat Nabi dan pedoman yang
dipegang adalah wahyu Allah yaitu dalam bentuk al-Qur’an dan Sunnah .
Adapun fungsi
hukum Islam dalam masyarakat secara detail adalah sebagai berikut:
- Fungsi Ibadah
Hukum
Islam adalah ajaran Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya
merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
Sebagai implementasinya, setiap pelaksanaan hukum Islam diberi pahala,
sedangkan setiap pelanggarnya diancam dengan siksaan.
- Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Sebagaimana dikemukakan, hukum Islam telah ada dan eksis mendahului
masyarakat, karena ia adalah kalam Allah yang qadim (terdahulu). Sungguhpun demikian di dalam praktiknya hukum
Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat, contohnya proses pengharaman hukum
riba dan khamar (mabuk-mabukan). Penetap hukum tidak pernah merubah ataupun
memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Penetap hukum sangat
menyadari bahwa hukum tidak bersifat elitis dan melangit. Ketika suatu hukum
lahir yang terpenting adalah bagaimana agar hukum tersebut dipatuhi dan
dilaksanakan dengan kesadaran penuh.
Hukum Islam berfungsi pula sebagai salah satu sarana pengendali social
(control social). Hukum Islam juga memperhatikan kondisi lingkungan masyarakat
agar hukum tidak dilecehkan dan tali kendali social terlepas. Dari fungsi ini
akan tercapai tujuan hukum Islam (maqasid
asy-syariah) yaitu mendatangkan (menciptakan) kemaslahatan dan menghindarkan
kemudharatan (jalbu al-masilahwa daf’u
al-mafasid) di dunia dan akhirat.
- Fungsi
Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai
dengan ancaman hukuman atau sangsi hukum. Qisas-diyat
diterapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/badan, hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian, perzinaan) dan ta’zir juga diterapkan untuk pelanggaran
terhadap hukum Islam yang tidak ada ketentuan sangsi hukumnya dalam Al-Qur’an
dan Al-Hadits.
Adanya sangsi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana
pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta
perbuatan yang membahayakan. Fungsi hukum ini dapat kita namakan dengan zawajir. Sebagaimana fungsi kedua,
fungsi ini pun dapat merealisasikan tujuan hukum Islam yaitu mendatangkan
(menciptakan) kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan (jalbu al-masilahwa daf’u al-mafasid) di dunia dan akhirat.
- Fungsi
Tanzim wa Islah al-Ummah
Fungsi ini sebagai sarana untuk mengatur
sebaik mungkin dan memperlancar proses interaksi social sehingga
terwujudlah masyarakat yang harmonis, aman dan sejahtera (baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur). Dalam hal-hal tertentu,
hukum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail sebagaimana yang
terlihat dalam hukum yang berkenaan dengan masalah perkawinan dan kewarisan.
Sedangkan dalam masalah-masalah yang lain, yakni masalah muamalah, pada umumnya
hukum Islam hanya menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya saja.
Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada
bidang masing-masing, dengan tetap memperhatikan dan berpegang Teguh pada
aturan pokok dan nilai dasar tersebut.
Berkaitan dengan fungsi-fungsi hukum di atas, satu hal yang perlu dicatat
adalah bahwa keempat fungsi hukum Islam tersebut tidak bisa dipilah-pilah
begitu saja untuk bidang hukum tertentu. Keempat fungsi tersebut saling
mengait. Selain itu juga tidak bisa ditentukan, fungsi manakah yang lebih
utama. Hal ini tergantung pada sudut pandang ahli hukum Islam dan kasus yang
dihadapi.
Dalam kaitan pembahasan ini, kita juga harus memperhitungkan dua jenis
penekanan di dalam hukum Islam, yaitu aspek pribadi dan aspek perbuatan. Aspek
pribadi secara teoritis akademik lebih dominan kepada bidang perdata Islam,
sedangkan aspek perbuatan lebih dominan pada bidang pidana Islam. Dua penekanan
ini membawa kita pada pemahaman mengapa perdata Islam sangat mementingkan
“keridhaan kedua belah pihak” dan mengecam berbagai bentuk atau unsur
kezaliman. Sebaliknya di dalam pidana Islam sifat “keridhaan kedua belah pihak”
sangat dihindari, misalnya berzina tidak bisa dihalalkan dengan dalih “suka
sama suka”. Perbuatan membunuh memang bisa dima’afkan oleh keluarga korban
tetapi tetap saja ada bentuk ganti rugi yang diberikan.
Penekanan dua aspek yang berbeda diatas hanyalah secara teoritis
akademik. Artinya perdata Islam tidak sepenuhnya bertoleransi dengan asas “suka
sama suka”. Dalam hukum pidana Islam aspek perbuatan memang ditekankan, namun
aspek pribadi juga diperhatikan. Ketentuan hukum dalam kasus pelaku hirabah (perampok/pembuat kekacauan)
yang bertobat sebelum perkaranya sampai ke hakim misalnya, jelas merupakan
bukti adanya aspek pribadi.
Seorang ahli hukum Islam harus mampu memilah fungsi-fungsi hukum Islam di
atas sesuai dengan situasi dan kondisi. Ia juga harus mampu mencari fungsi yang
dominan bagi kasus tertentu dan fungsi utama bagi kasus yang lain.
Proses mencari dan menghayati apa yang dominan diantara fungsi-fungsi
tersebut (dengan memperhatikan dua orientasi di atas) merupakan tugas dan
sekaligus kenikmatan tersendiri bagi ahli hukum Islam. Semuanya ini diperlukan
dalam rangka mencapai maqasid
asy-syari’ah, yakni melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta
benda.