online marketing
...mohon maaf bila banyak kekurangan, ini salah satu tugas oprec BEM FT...download header KLIK DISINI...

Senin, 30 April 2012

Fungsi Hukum Islam




FUNGSI HUKUM ISLAM DALAM MASYARAKAT


Studi tentang kenyataan berlakunya hukum Islam yang paling representative bagi pembuktian pandangan miring para orientalis adalah studi sejarah Hukum Islam pada masa nabi dan Khulafa ar-Rasyidin. Pembuktian dapat dilakukan dengan membahas kenyataan Hukum Islam dalam kaitannya dengan budaya dan nilai-nilai dalam masyarakat, dan yang tak kalah penting lagi dalam kaitannya dengan kekuasaan politik.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dan bersifat deskriptif-analitik. Metode yang digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini adalah metode histories. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik dokumentasi, dan dianalisa dengan cara deduktif.

Persamaan Fungsi Hukum Islam bagi masyarakat pada dua masa ini adalah sama-sama untuk menciptakan suatu masyarakat yang seluruh dimensi sosialnya berlandaskan pada wahyu Allah. Perbedaannya adalah pada masa Nabi, digunakan untuk membentuk masyarakat Islam, sedang pada masa Khulafa ar-Rasyidin digunakan untuk mengembangkan masyarakat yang telah dibentuk Nabi. Sementara sebagai alat control soaial, Hukum Islam diberlakukan Nabi seorang diri dengan berpegang pada wahyu yang telah diterima, sedang pada masa Khulafa ar-Rasyidin, Hukum Islam diberlakukan oleh para sahabat Nabi dan pedoman yang dipegang adalah wahyu Allah yaitu dalam bentuk al-Qur’an dan Sunnah .

Adapun fungsi hukum Islam dalam masyarakat secara detail adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi Ibadah
Hukum Islam adalah ajaran Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang. Sebagai implementasinya, setiap pelaksanaan hukum Islam diberi pahala, sedangkan setiap pelanggarnya diancam dengan siksaan.

  1. Fungsi Amar Ma’ruf  Nahi Munkar
Sebagaimana dikemukakan, hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat, karena ia adalah kalam Allah yang qadim (terdahulu). Sungguhpun demikian di dalam praktiknya hukum Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat, contohnya proses pengharaman hukum riba dan khamar (mabuk-mabukan). Penetap hukum tidak pernah merubah ataupun memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Penetap hukum sangat menyadari bahwa hukum tidak bersifat elitis dan melangit. Ketika suatu hukum lahir yang terpenting adalah bagaimana agar hukum tersebut dipatuhi dan dilaksanakan dengan kesadaran penuh.
Hukum Islam berfungsi pula sebagai salah satu sarana pengendali social (control social). Hukum Islam juga memperhatikan kondisi lingkungan masyarakat agar hukum tidak dilecehkan dan tali kendali social terlepas. Dari fungsi ini akan tercapai tujuan hukum Islam (maqasid asy-syariah) yaitu mendatangkan (menciptakan) kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan (jalbu al-masilahwa daf’u al-mafasid) di dunia dan akhirat.

  1. Fungsi Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai dengan ancaman hukuman atau sangsi hukum. Qisas-diyat diterapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/badan, hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian, perzinaan) dan ta’zir juga diterapkan untuk pelanggaran terhadap hukum Islam yang tidak ada ketentuan sangsi hukumnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Adanya sangsi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi hukum ini dapat kita namakan dengan zawajir. Sebagaimana fungsi kedua, fungsi ini pun dapat merealisasikan tujuan hukum Islam yaitu mendatangkan (menciptakan) kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan (jalbu al-masilahwa daf’u al-mafasid) di dunia dan akhirat.

  1. Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah
Fungsi ini sebagai sarana untuk mengatur  sebaik mungkin dan memperlancar proses interaksi social sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis, aman dan sejahtera (baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur). Dalam hal-hal tertentu, hukum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail sebagaimana yang terlihat dalam hukum yang berkenaan dengan masalah perkawinan dan kewarisan. Sedangkan dalam masalah-masalah yang lain, yakni masalah muamalah, pada umumnya hukum Islam hanya menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya saja. Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada bidang masing-masing, dengan tetap memperhatikan dan berpegang Teguh pada aturan pokok dan nilai dasar tersebut.

Berkaitan dengan fungsi-fungsi hukum di atas, satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa keempat fungsi hukum Islam tersebut tidak bisa dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum tertentu. Keempat fungsi tersebut saling mengait. Selain itu juga tidak bisa ditentukan, fungsi manakah yang lebih utama. Hal ini tergantung pada sudut pandang ahli hukum Islam dan kasus yang dihadapi.

Dalam kaitan pembahasan ini, kita juga harus memperhitungkan dua jenis penekanan di dalam hukum Islam, yaitu aspek pribadi dan aspek perbuatan. Aspek pribadi secara teoritis akademik lebih dominan kepada bidang perdata Islam, sedangkan aspek perbuatan lebih dominan pada bidang pidana Islam. Dua penekanan ini membawa kita pada pemahaman mengapa perdata Islam sangat mementingkan “keridhaan kedua belah pihak” dan mengecam berbagai bentuk atau unsur kezaliman. Sebaliknya di dalam pidana Islam sifat “keridhaan kedua belah pihak” sangat dihindari, misalnya berzina tidak bisa dihalalkan dengan dalih “suka sama suka”. Perbuatan membunuh memang bisa dima’afkan oleh keluarga korban tetapi tetap saja ada bentuk ganti rugi yang diberikan.

Penekanan dua aspek yang berbeda diatas hanyalah secara teoritis akademik. Artinya perdata Islam tidak sepenuhnya bertoleransi dengan asas “suka sama suka”. Dalam hukum pidana Islam aspek perbuatan memang ditekankan, namun aspek pribadi juga diperhatikan. Ketentuan hukum dalam kasus pelaku hirabah (perampok/pembuat kekacauan) yang bertobat sebelum perkaranya sampai ke hakim misalnya, jelas merupakan bukti adanya aspek pribadi.

Seorang ahli hukum Islam harus mampu memilah fungsi-fungsi hukum Islam di atas sesuai dengan situasi dan kondisi. Ia juga harus mampu mencari fungsi yang dominan bagi kasus tertentu dan fungsi utama bagi kasus yang lain.

Proses mencari dan menghayati apa yang dominan diantara fungsi-fungsi tersebut (dengan memperhatikan dua orientasi di atas) merupakan tugas dan sekaligus kenikmatan tersendiri bagi ahli hukum Islam. Semuanya ini diperlukan dalam rangka mencapai maqasid asy-syari’ah, yakni melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta benda. 

















 
Design by Muhammad Asrofi | Bloggerized by Electrical Enginering | Universitas Diponegoro